Jumat, 20 April 2012
Apakah tablet PC (iPad) Menjadi Pembunuh atau Penyelamat Media Cetak?
Kompas; Ekspedisi Cincin Api
Perkembangan Teknologi Komunikasi: Radio
Journalism
1. Empat teori pers (klasik)
a. Teori pers libertarian
Sistem ini sangat mendukung the free market of idea (kebebasan berpendapat). Termasuk kebebasan berekspresi melalui media massa. Teori ini memutarbalikkan posisi manusia dan Negara. Manusia tidak lagi dianggap sebagai mahluk berakal yang mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Pers dianggap sebagai mitra dalam mencari kebenaran. Dalam teori Libertarian, pers bukan instrument pemerintah, melainkan sebuah alat untuk menyajikan bukti dan argumen-argumen yang akan menjadi landasan bagi orang banyak untuk mengawasi pemerintahan dan menentukan sikap terhadap kebijaksanaannya. Pers seharusnya bebas dari pengawasan dan pengaruh pemerintah agar kebenaran bisa muncul. Baik kaum minoritas maupun mayoritas, kuat maupun lemah, harus dapat menggunakan pers. Pada system ini, hubungan pers dengan pemerintahan adalah mitra kebenaran. Pers seharsunya bebas dari pengawasan dan pengaturan pemerintah.
b. Teori pers otoriterian
Sistem ini memandang kedudukan negara lebih tinggi daripada individu. Dalam konteks komunikasi, terjadi pengendalian yang ketat atas komunikasi massa. Pemerintah langsung menguasai dan mengawasi kegiatan media massa kebebasan pers sangat bergantung pada kekuasaan mutlak seorang raja. Jelas bahwa konsep pers seperti ini menghilangkan fungsi pers sebagai pengawas pelaksanaan pemerintah. Kebenaran dianggap harus diletakkan dekat dengan pusat kekuasaan yang harus didukung
c. Teori pers yang menekan tanggungjawab sosial
Teori ini diberlakukan sedemikian rupa oleh beberapa sebagian pers. Teori tanggungjawab sosial punya asumsi utama bahwa kebebasan, mengandung didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan dan pers yang telah menikmati kedudukan terhormat dalam pemerintahan, harus bertanggungjawab kepada masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam masyarakat modern. Asal saja pers tahu tanggungjawabnya dan menjadikan itu landasan kebijaksanaan operasional mereka, maka sistem libertarian akan dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Jika pers tidak mau menerima tanggungjawabnya, maka harus ada badan lain dalam masyarakat yang menjalankan fungsi komunikasi massa.
d. Teori pers soviet komunis
Dalam teori Soviet, kekuasaan itu bersifat sosial, berada di orang-orang, sembunyi di lembaga-lembaga sosial dan dipancarkan dalam tindakan-tindakan masyarakat, sehingga yang berhak menggunakan media pers hanya orang-orang yang setia pada penguasa dan anggota yang ortodok. Tugas pokok pers dalam system pers komunis adalah menyokong, menyukseskan, dan menjaga kontinuitas system sosial Soviet (pemerintah partai). Fungsi pers komunis adalah memberi bimbingan secara cermat kepada masyarakat agar terbebas dari pengaruh-pengaruh luar yang dapat menjauhkan masyarakat dari cita-cita partai. Kekuasaan itu mencapai puncaknya jika digabungkan dengan semberdaya alam dan kemudahan produksi dan distribusi dan jika ia diorganisir dan diarahkan.
Sumber: Azwar, Rully Chairul. 2009. Politik Komunikasi Partai Golkar di Tiga Era. Tanpa tempat: Grasindo.
http://www.scribd.com/doc/29764222/4-teori-pers (diakses 13 Maret 2012).
http://dheroize.blogspot.com/2011/06/sejumlah-pemikiran-lain-tentang.html (diakses 13 Maret 2012).
http://gudangilmu-blooddy.blogspot.com/2010/06/teori-empat-pers.html (diakses 13 Maret 2012)
2. Perbedaan jurnalistik dan publisistik
· Jurnalistik: merujuk kepada aktifitas yang menyangkut kewartawaan. Kepandaian praktis (kepandaian mengarang yang pada pokoknya ditujukan untuk memberi kabar pad amasyarakat dengan cepat agar tersiar seluas-luasnya.
· Publisistik: ilmu jurnalistik sebagaimana yang telah diajarkan di kampus-kampus. Ilmu pernyataan antar manusia, yang merupakan kepandaian ilmiah yang mempelajari seluk beluk penyiaran berita, secara keseluruhannya, dan menyangkut segala saluran yang bukan saja media pers, melainkan juga radio, televisi dan film.
Sumber: Wibowo, Wahyu. 2007. Berani Menulis Artikel: Babak Baru Kiat Menulis Artikel untuk Media Massa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
http://islamemansipatoris.blogspot.com/2011/02/kapita-selekta-jurnalistik.html (diakses 13 Maret 2012)
3. Pengertian jurnalistik dan pers
· Secara teknis, jurnalistik adalah kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengam secepat-cepatnya.
· Menurut pasal 1 ayat (1) UU Pokok Pers No. 40/1999, Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, menyampaikan informasi baik dalam berupa gambar, tulisan dan suara serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.
Sumber: Sumadiria, AS Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
SEVEN DEADLY SINS (2)
Tujuh dosa yang mematikan dalam pers yaitu
1. Distorsi Informasi
Menambah atau mengurangi informasi, sehingga maknanya berubah.
2. Dramatisasi Fakta
Memberikan ilustrasi secara berlebihan.
3. Mengganggu "privacy"
Peliputan skandal seseorang, hingga privasinya terganggu.
4. Pembunuhan Karakter
Praktik ini umumnya dialami secara individu, kelompok atau organisasi yang diduga terlibat dalam melakukan kejahatan.
5. Eksploitasi Seks
Biasanya dilakukan dalam pemberitaan dengan menempatkan di halaman depan tulisan yang bermuatan seks.
6. Meracuni Benak
Dilakukan di dunia periklanan dengan cara menempatkan figur anak-anak.
7. Penyalahgunaan Kekuasaan
Pengontrolan pemberitaan mega massa dengan menggunakan kekuasaannya.
SEVEN DEADLY SINS
1. Sloth
Sloth (kemalasan) menjadi sebuah dosa, karena kemalasan mengakibatkan kegagalan manusia untuk mengembangkan talenta yang telah diberikan kepada dia. Walaupun kemalasan adalah dosa yang paling ringan dibandingkan dosa lainnya namun kemalasan adalah pemicu utama dosa-dosa lain yg lebih besar. Dosa kemalasan juga berhubungan dengan putus asa. Orang malas dan putus asa adalah sebuah suatu kondisi dimana seseorang gagal memanfaatkan talenta yg dimilikinya.
2. Wrath
Bahasa latin wrath (amarah) adalah ira yang dikenal juga anger or rage, amarah dapat menimbulkan sebuah penyangkalan akan kebenaran, ketidak sabaran, balas dendam dan menimbulkan suatu niat jahat untuk menghancurkan seseorang. Amarah dapat timbul akibat dari alasan yang egois, semacam kecemburuan.
3. Gluttony
Bahasa latin gluttony (kerakusan) adalah gula yang memiliki pengertian mengkonsumsi secara berlebihan hingga mencapai sebuah titik point yang sia-sia.
4. Envy
Bahasa latin envy (kecemburuan) adalah invidia yang berarti suatu kondisi akan ketidakpuasan dari sebuah keinginan.
Kecemburuan timbul akibat 2 faktor utama yaitu:
a) Kondisi ketidakmampuan untuk memiliki sebuah benda yang lebih baik. (
b) Ketidakpuasan hati kita untuk melihat seseorang yang memiliki kondisi lebih bahagia dari kita.
5. Lust
Bahasa latin lust (nafsu) adalah luxuria memiliki sebuah artian nafsu birahi. Nafsu birahi disamakan sebagai kebiasaan sex, namun hal ini termasuk ke dalam sexual addiction, fornication, adultery, bestiality, rape, perversion dan incest. (semua hal ini memiliki pengertian zinah dan perbuatan nafsu birahi lainnya).
6. Greed
Bahasa latin greed (keserakahan) adalah avaritia yang juga dikenal sebagai avarice / covetousness yang berarti hampir sama seperti nafsu dan kerakusan hanya ini lebih mengarah kepada kekayaan. Kekayaan membuat semuanya berubah, bahkan demi sesuatu yang fana kita rela menjual sesuatu yang abadi demi uang.
Termasuk didalamnya:
a) Disloyalty, Deliberate Betrayal or Treason yang mengarah kepada pengkhianatan terutama untuk memperoleh kepentingan pribadi.
b) Scavenging and Hoarding Material (Penimbunan kekayaan)
c) Theft and Robbery (Pencurian dan perampokan terutama pada penipuan, kekerasan dan penyelewengan hokum)
d) Simony (Meminta sumbangan untuk kepentingan sendiri)
7. Pride
Bahasa latin pride (kesombongan) adalah superbia yang dikenal juga hubris, yaitu dosa paling utama, ter-origin, dan paling berbahaya dari seluruh dosa yang ada termasuk sumbernya yang menciptakan dosa ini adalah iblis tingkat tertinggi. Harga diri yang tinggi seorang manusia membuat manusia menjadi sombong, kesombongan membuat mereka menjadi merasa paling benar diantara yang lain.
Kesombongan membuat manusia menjadi terkutuk dimata Tuhan. Kesombongan membuat manusia mencintai dirinya sendiri. Kesombongan merupakan puncak dari seluruh dosa yang berarti, demi harga diri apapun akan dilakukan.
Loyalitas Utama Jurnalisme adalah Pada Warga Negara
Organisasi pemberitaan dituntut melayani berbagai kepentingan konstituennya, seperi lembaga komunitas, kelompok kepentingan lokal, perusahaan induk, pemilik saham, pengiklan, dan banyak kepentingan lain. Semua itu harus dipertimbangkan oleh organisasi pemberitaan yang sukses. Namun, kesetiaan pertama harus diberikan kepada warga negara (citizens). Sekadar menyebut, bahwa wartawan wajib mencari kebenaran tidaklah cukup. Elemen kedua yang mutlak perlu dan mendukung elemen pertama adalah komitmen dan loyalitas wartawan terhadap siapa. “Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga.” yang artinya bahwa wartawan tidak menaruh loyalitas utama kepada bosnya, pemilik media, pemimpin redaksinya, atau pemerintah. Kesetiaan kepada warga ini adalah makna dari yang kita sebut sebagai independensi jurnalisme. Independensi adalah bebas dari semua kewajiban, kecuali kesetiaan terhadap kepentingan publik. Jadi, jurnalis yang mengumpulkan berita tidak sama dengan karyawan perusahaan biasa, yang harus mendahulukan kepentingan majikannya. Jurnalis memiliki kewajiban sosial, yang dapat mengalahkan kepentingan langsung majikannya pada waktu-waktu tertentu, dan kewajiban ini justru adalah sumber keberhasilan finansial majikan mereka.
Sebagai wartawan seharusnya bertanya pada diri sendiri, “Kepada siapa wartawan harus menempatkan loyalitasnya? Pada perusahaannya? Pada pembacanya? Atau pada masyarakat?” Pertanyaan itu penting karena sejak 1980-an banyak wartawan Amerika yang berubah jadi orang bisnis. Sebuah survei menemukan separuh wartawan Amerika menghabiskan setidaknya sepertiga waktu mereka buat urusan manajemen ketimbang jurnalisme. Ini memprihatinkan karena wartawan punya tanggungjawab sosial yang tak jarang bisa melangkahi kepentingan perusahaan di mana mereka bekerja. Walaupun demikian, tanggungjawab itu sekaligus adalah sumber dari keberhasilan perusahaan mereka. Perusahaan media yang mendahulukan kepentingan masyarakat justru lebih menguntungkan ketimbang yang hanya mementingkan bisnisnya sendiri.
Jika dilihat dari elemen yang kedua ini jelasa bahwa loyalitas wartawan seharusnya berujung pada publik, sebagai pembaca dari apa yang kita beritakan. Seharusnya dalam proses pemberitaan dari mulai mencari berita dan narasumber, wartawan tidak boleh dipengaruhi oleh apapun dan siapapun selain oleh semangat kebenaran dan loyalitas pada publik. Soal perusahaan yang mencari keuntungan itu seharusnya bukan bagian dari apa yang harus dipikirkan oleh wartawan dalam memberitakan sesuatu. Seharusnya, yang selalu diingat adalah bagaimana membuat suatu berita yang menarik bagi pembaca yang menjunjung kebenaran, dan juga bagaimana bertanggung jawab pada publik jika berita yang dibuat hanya fiktif, padahal sudah jelas yang akan membaca suatu media bukan hanya sekelompok orang, tetapi semua orang di negara ini bahkan di seluruh dunia. Sesuatu yang sangat berat yang harus dilakukan wartawan. Belum lagi harus bertanggung jawab terhadap narasumber yang merasa dirugikan atas pemberitaan tersebut, mungkin karena tidak pernah memberi keterangan seperti yang diberitakan oleh wartawan tersebut. Sebagai contoh:
1. Seperti yang telah dilakukan oleh wartawan “Jawa Pos” yang mengaku mewawancarai dengan Wan Nooraini Jusoh, istri dari almarhum doctor Azahari. Namun, dalam kenyataannya, Wan Nooraini Jusoh menderita kanker tenggorokan yang tentunya jelas tidak bisa berbicara. Belum lagi dengan wartawan lainnya yang tidak bisa mewawancarai istri Doktor Azahari ini, jadi jelas hal ini hanya hasil kreatifitas image dari wartawan Jawa Pos. Mungkin awal dari pemberitaan yang dilakukan oleh Jawa Pos adalah untuk menaikkan citra perusahaan, yang mungkin ingin mendapatkan keuntungan. Walaupun pada akhirnya pihak Jawa Pos mengklarifikasi berita tersebut dengan dalih hal ini tidak hanya terjadi saat ini saja, tetapi pernah terjadi pada media lain. Sungguh suatu hal yang aneh, padahal untuk mendapatkan sebuah keuntungan, perusahaan media tidak harus melakukan hal tersebut.
2. Pada 1893 seorang pengusaha membeli harian “The New York Times”. Adolph Ochs percaya bahwa penduduk New York capek dan tak puas dengan ‘surat kabar-surat kabar kuning’ yang kebanyakan isinya sensasional. Ochs hendak menyajikan surat kabar yang serius, mengutamakan kepentingan publik dan menulis, “… to give the news impartiality, without fear or favor, regardless of party, sect or interests involved”. Pada 1933 Eugene Meyer membeli harian “The Washington Post” dan menyatakan di halaman surat kabar itu, “Dalam rangka menyajikan kebenaran, surat kabar ini (The Washington Post) akan mengorbankan keuntungan materialnya demi kepentingan masyarakat”. Prinsip Ochs dan Meyer terbukti benar. Dua harian itu menjadi institusi publik yang prestisius sekaligus bisnis yang menguntungkan.
Dari contoh dua kasus tersebut terlihat jelas mana yang menguntungkan. Media yang jujur, yang lebih mementingkan kepentingan publik lebih menguntungkan perusahaan tersebut. Tidak hanya soal prestisius, tapi soal finansial juga menjadi lebih baik. Kepercayaan yang diberikan publik pada media jangan sampai hilang akibat satu berita bohong dari oknum wartawan. Seperti yang terjadi pada Jawa Pos, mungkin sekarang kita akan lebih berhati-hati memilih media mana yang dapat memberikan kebenaran terhadap suatu kasus. Padahal untuk memberikan suatu berita yang benar-benar terjadi, tidak terlalu sulit. Hanya langkah-langkah sederhana yang harus dilakukan oleh wartawan seperti liputan, penelusuran sumber berita, wawancara, dan memilih sumber yang kompeten terhadap kasus yang diangkat. Langkah-langkah sederhana itu tentunya akan menghindarkan kita dari kebohongan publik. Kita sebagai wartawan dan media seharusnya menyadari arti dari peribahasa akibat nila setitik rusak susu sebelanga. Akibat satu kesalahan tercemarlah nama baik perusahaan.
Resensi Film: "State of Play" dan hubungannya dengan Sembilan Elemen Jurnalisme
Ketika media cetak terancam punah, film “State of Play” mengubah semuanya melalui genre thriller yang berbau politik. Cerita film ini diawali dengan peristiwa tewasnya seorang pencuri kelas teri sekaligus pecandu narkoba, Deshaun Stagg, yang di tembak di sebuah lorong yang mengakibatkan seorang pengantar pizza, Vernon Sando, mengalami koma karena ditembak. Keesokan harinya seorang wanita ditemukan tewas di sebuah stasiun kereta api yang diduga bunuh diri. Wanita tersebut adalah Sonia Baker, staff peneliti Stephen Collins, Anggota Kongres dari kubu Republik. Dua kejadian ini ternyata berhubungan. Seorang jurnalis, Cal McAffrey, yang merupakan sahabat dari Collins menduga kematian Sonia berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya selama bekerja dengan Collins, yakni investigasi terhadap sebuah kontrak proyek militer oleh sebuah perusahaan swasta bernama PointCorp. Cal pernah mempunyai hubungan asmara dengan istri Collins di masa lalu.
Cal bertemu dengan seorang gadis, Mandi Brokaw, yang ternyata kekasih Deshaun Stagg. Ia memberikan foto-foto Sonia bersama laki-laki yang tidak diketahui namanya. Di foto itu, Sonia sedang menangis. Dengan bantuan Della Frye, Cal memulai penyelidikannya untuk mencari kebenaran yang terjadi dibalik pembunuhan Sonia. Ia menempatkan Della untuk melihat kondisi Sando di rumah sakit. Tidak lama, terjadi tembakan oleh seseorang yang tidak di kenal yang mengakibatkan Sando mati. Della mencari kerabat dekat Sonia. Hal tersebut dilakukan agar mendapatkan data verifikasi yang sudah jelas, maka dari itu Della dan Cal berusaha menyelidiki siapa saja dalang dibalik kematian Sonia. Dominic Foy, pria yang ada di foto tersebut, yang bekerja sebagai PR di PointCorp. Rhonda Silver, seorang wanita hiburan, yang merupakan teman sekamar Sonia. Saat Della sedang mengamati, ia melihat kamera CCTV, seseorang yang mirip ia temui di lift rumah sakit sesaat sebelum terjadi penembakan Sando. Ia menyerahkan foto laki-laki itu kepada Cal. Cal mencari info dari ‘orang dalam’ PointCorp tentang si penembak Sando. Cal memberikan foto kepadanya. Kemudian ia mendapat nama Fred Summer. Lalu ia pergi ke sebuah apartment. Setelah diselidiki, ternyata yang menempati kamar Fred Summer adalah pria penembak itu. Cal kemudian lari dan terjadi baku tembak sebelum polisi datang. Polisi marah besar kepada Cal karena ia mengambil alih beritanya dan tidak menyerahkan kasus tersebut kepada polisi. Polisi memberitahukan bahwa Mandi Brokaw tewas, diduga bunuh diri. Cal kemudian menghubungi George Fergus, seorang Anggota Kongres. Ialah yang merekomendasikan Sonia di PointCorp.
Semakin dekat Cal pada kebenaran, semakin ragu Cal untuk melanjutkan. Ia tahu apa yang akan ia ungkap bisa menggoyahkan pilar kepemimpinan negara dan tak mustahil jiwanya akan terancam bila investigasi itu ia lanjutkan. Dilema mengejar kebenaran dan mempertahankan persahabatan menjadi salah satu persoalan. ”Sebagai seorang wartawan yang bagus, kau tak boleh memiliki sahabat; kamu hanya boleh memiliki narasumber,” kata Lynne, pemred Washington Globe, dengan nada dingin. Lynn juga meminta Cal untuk menampilkan berita yang membuat rating meningkat, tetapi Cal tidak mau karena itu bukan berita penting, tentang teman sekamar Sonia dahulu, Rhonda.
Ditengah deadline, Annie dan Stephen datang ke Washington Globe dan memberikan pengakuan. Setelah Collin memberikan pengakuan lalu ia pergi. Namun, ada kejanggalan. Di malam hari yang sama, Cal menghampiri Collin tentang kejanggalan itu. Collins mengaku bahwa ia menyuruh orang, Robert Bingham, untuk memata-matai Sonia karena tingkah laku Sonia yang berubah kepada Collin, tetapi Bingham malah membunuh Sonia. Bingham akhirnya tewas tertembak polisi setelah ia berusaha untuk membunuh Cal di parkiran. Hal tersebut membuktikan bahwa untuk mendapatkan berita ‘hebat’ butuh perjuangan keras seperti saat Cal di tembak oleh Bingham di basement apartment itu membuktikan bahwa beritanya tersebut serius dan tidak main-main juga professional.
Kejadian tersebut akhirnya diketik ulang oleh Cal dengan headline yang mengesankan tanpa adanya kejadian yang di tutup-tutupi. Berita akhirnya tersebar di koran pagi harinya dan Collin tertangkap. Cal menulis berita itu dengan hati nuraninya tanpa memilih siapa yang ia tulis, ia menulisnya dengan hati nuraninya. Berita tersebut disebarkan kepada masyarakat luas karena masyarakat berhak tahu tentang apa yang terjadi dan karena wartawan itu harus loyal kepada masyarakat walaupun ada satu pihak yang merasa di rugikan.