Sabtu, 17 Agustus 2013

Minimnya Pendidikan di Indonesia


Minimnya Pendidikan di Indonesia
Oleh: Santika Indri Eka Putri





Pendidikan merupakan cara agar suatu bangsa terhindar dari kebodohan, penindasan, kemiskinan dan meningginya angka pengangguran. Namun, untuk bangsa Indonesia sendiri, jumlah masyarakat yang putus sekolah tercatat sebanyak 527.850 orang atau 1.7% dari 31,5 juta anak sekolah dasar putus sekolah. (Kompas, 8 September 2011).
Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia pada tahun 2011 menurun dibandingkan dengan tahun 2010. Hal tersebut berdasarkan data dari United Nation Development Programme (UNDP) pada 2 November 2011 dalam Human Development Index. ”Indonesia di posisi 124 di bawah Filipina” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayan, M Nuh.
"Jumlah anak yang paling banyak putus sekolah kebanyakan ada di usia Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP)," ujar M Nuh.
Sejak tahun 2009, pemerintah telah mengadakan program pendidikan gratis untuk jenjang SD dan SMP yang dikenal dengan program Wajib Belajar 9 tahun. Hal ini didasarkan pada ketentuan pasal 31 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar 9 Tahun dan, pemerintah wajib membiayainya”. Namun, hal ini juga tidak pernah dijalankan secara konsisten. Selain masih banyaknya sekolah yang memungut Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP), juga pungutan lain seperti uang pembangunan, uang seragam, uang buku, uang les tambahan, dan sebagainya.
Penyebab lainnya adalah tingginya tingkat penduduk miskin yang ada di Indonesia. Keluarga miskin yang hanya memperoleh penghasilan harian lebih kecil dari Rp 20.000 per hari yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sedangkan untuk pendidikan hanya mimpi belaka. Akibatnya, banyak anak-anak Indonesia yang terlantar. Mereka harus bekerja keras demi membantu orang tua untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Penyebab hal lainnya yaitu akses sekolah bagi anak-anak Indonesia yang berada di daerah pedalaman, misalnya daerah hutan atau pegunungan. Tenaga pengajar yang minim memberikan ilmu di daerah tersebut membuat anak-anak enggan bersekolah.
“Sebenernya, penyebab utama dari permasalahan ini sih dari para koruptor yang mengorupsi dana pendidikan yang telah disediakan pemerintah” ucap Citra Sitta Juwitta, seorang mahaiswi UMN saat diminta pendapatnya. 
Kesimpulannya yaitu putus sekolah dapat menghancurkan tiang negara. Negara akan terpuruk secara perlahan-lahan karena kebodohan yang menyerang dari dalam. Peran aktif dari pemerintah, masyarakat, dan orang tua akan dapat mengurangi kepincangan masyarakat tersebut. Semoga anak-anak Indonesia dapat terus bersekolah dan mengenyam pendidikan wajib belajar 9 tahun, sehingga pribahasa “gapailah cita-cita mu setinggi bintang di langit” bukan hanya kabar berita angin belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar