Rabu, 06 Juni 2012

Cultivate Theory - Mengamati dan Menganalisa Program Kekerasan di Televisi


I
Pendahuluan

Cultivation Theory (Teori Kultivasi) untuk pertama kalinya di gagas oleh George Gerbner bersama dengan rekan-rekannya pada tahun 1969 dalam sebuah tulisan artikel dalam buku bertajuk “Mass Media and Violence”  yang disunting oleh D. Lange, R. Baker dan S. Ball dengan judul “the Television World of Violence”
Awalnya, Gerbner melakukan penelitian tentang “Indikator Budaya” untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Menurut Wood (2000), kata ‘Cultivation’ sendiri merujuk pada proses kumulatif dimana televisi menamkan suatu keyakinan tentang realitas sosial kepada khalayaknya.
Menurut Signorielli dan Morgan (1990 dalam Griffin, 2004), analisis kultivasi merupakan tahap lanjutan dari paradigma penelitian tentang efek media, yang sebelumnya dilakukan oleh George Gerbner yaitu ‘Cultural Indicator’ yang menyelidiki:
a      Proses institusional dalam produksi isi media,
b      Image isi media, dan
c       Hubungan antara pesan televisi dengan keyakinan dan perilaku khalayak.
Di awal perkembangannya, teori kultivasi ini lebih memfokuskan kajiannya pada studi televisi dan audience, khususnya pada beberapa acara kekerasan di televisi. Namun, dalam perkembangannya, ia juga bisa digunakan untuk kajian di luar tema kekerasan.
Gerbner bersama beberapa rekannya kemudian melanjutkan penelitian media massa tersebut dengan memfokuskan pada dampak media massa dalam kehidupan sehari-hari melalui Cultivation Analysis. Dari analisis tersebut diperoleh berbagai temuan yang menarik dan orisional yang kemudian mengubah keyakinan orang banyak tentang relasi antara televisi dan kehidupan nyata. Karena penelitian ini ada kaitannya dengan ‘menjamurnya’ acara kekerasan di televisi dan meningkatnya angka kejahatan di masyarakat, maka temuan penelitian ini lebih terkait dengan efek kekerasan di media televisi terhadap persepsi khalayaknya tentang dunia tempat mereka tinggal.
Salah satu temuan terpenting adalah bahwa penonton televisi dalam kategori berat (heavy viewers) mengembangkan keyakinan yang berlebihan tentang dunia sebagai tempat yang berbahaya dan menakutkan. Sementara kekerasan yang mereka saksikan ditelevisi menanamkan ketakutan sosial (social paranoia) yang membangkitkan pandangan bahwa lingkungan mereka tidak aman dan tidak ada orang yang dapat dipercaya. Media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton itu menyakininya. Jadi, para pecandu televisi itu akan punya kecenderungan sikap yang sama satu sama lain.


II
Asumsi Teori

Secara keilmuan untuk menunjukan bahwa televisi sebagai media yang mempengaruhi pandangan kita terhadap realitas sosial, para peneliti cultivation analysis bergantung kepada empat tahap proses:
1.     Message system analysis: menganalisis isi program televisi.
2.     Formulation of question about viewers’ social realities: pertanyaan yang berkaitan dengan seputar realitas sosial penonton televisi.
3.     Survey the audience: menanyakan kepada mereka seputar apa yang mereka konsumsi dari media, dan
4.     Membandingkan realitas sosial antara penonton berat dan orang yang jarang menonton televisi (penonton ringan).
Keempat tahap ini dapat disederhanakan menjadi dua jenis analisis:
1.     Analisis isi (content analysis): mengidentifikasikan acara utama yang disajikan oleh televisi.
2.     Analisis khalayak (audience research): melihat pengaruh acara tersebut pada penonton.
Gerbner dan kawan-kawan mulai memetakan kandungan isi pada prime time dan program televisi bagi anak-anak diakhir pekan. Ia menyatakan bahwa televisi sebagai salah satu media modern, telah memperoleh tempat sedemikian rupa dan sedemikian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Teori kultivasi melihat bahwa penonton televisi lebih dapat mempercayai apa yang ditampilkan oleh televisi berdasarkan seberapa banyak mereka menontonnya. Berdasarkan banyaknya waktu yang dihabiskan untuk menonton, maka penonton televisi dikelompokkan dalam dua kategori yakni light viewer (penonton ringan: menonton rata-rata dua jam perhari atau kurang dan hanya tayangan tertentu) dan heavy viewer (penonton berat: menonton rata-rata empat jam perhari atau lebih dan tidak hanya tayangan tertentu).

Asumsi dasar teori:
1.     Televisi merupakan media yang unik.
Keunikan tersebut ditandai oleh karakteristik televisi yang bersifat:
a.     Pervasive: menyebar dan hampir dimiliki seluruh keluarga,
b.     Accessible: dapat diakses tanpa memerlukan kemampuan literasi atau keahlian lain, dan
c.      Coherent: mempersentasikan pesan dengan dasar yang sama tentang masyarakat melintasi program dan waktu.
2.     Semakin banyak seseorang menghabiskan waktu untuk menonton televisi, semakin kuat kecenderungan orang tersebut menyamakan realitas televisi dengan realitas sosial.
Menurut asumsi ini, dunia nyata (real world) dipersamakan dengan dunia rekaan yang disajikan media tersebut (symbolic world). Penonton mempersepsi apapun yang disajikan televisi sebagai kenyataan sebenarnya. Namun, teori ini tidak mengeneralisasikan pengaruh tersebut berlaku untuk semua penonton, melainkan lebih cenderung pada penonton dalam kategori heavy viewer (penonton berat).
Heavy viewer mempersepsi dunia ini sebagai tempat yang lebih kejam dan menakutkan ketimbang kenyataan sebenarnya. Fenomena inilah yang kemudian dikenal sebagai “the mean world syndrome” (sindrom dunia kejam) yang merupakan sebentuk keyakinan bahwa dunia sebuah tempat yang berbahaya di mana sulit ditemukan orang yang dapat dipercaya, dan banyak orang di sekeliling kita yang dapat membahayakan diri kita sendiri.
3.     Penonton ringan (light viewers) cenderung menggunakan jenis media dan sumber informasi yang lebih bervariasi (baik komunikasi bermedia maupun sumber personal), semantara penonton berat (heavy viewers) cenderung mengandalkan televisi sebagai sumber informasi mereka.
Asumsi ini menyatakan, kelompok penonton yang termasuk kategori berat, umumnya memiliki akses dan kepemilikan media yang lebih terbatas dengan mengandalkan televisi sebagai sumber informasi dan hiburan mereka. Itulah sebabnya kemudian mereka membentuk gambaran tentang dunia dalam pikirannya sebagaimana yang digambarkan televisi. Sebaliknya, kelompk light viewers memiliki akses media yang lebih luas, sehingga sumber informasi mereka menjadi lebih variatif.
Menurut teori ini, media massa khususnya televisi diyakini memiliki pengaruh yang besar atas sikap dan perilaku penontonnya (behavior effect). Teori ini lebih cenderung berbicara pengaruh televisi pada tingkat komunitas atau masyarakat secara keseluruhan dan bukan pada tingkat individual. Teori ini juga berpendapat bahwa pemirsa televisi bersifat heterogen dan terdiri dari individu-individu yang pasif yang tidak berinteraksi satu sama lain. Namun, mereka memiliki pandangan yang sama terhadap realitas yang diciptakan media tersebut.
4.     Terpaan pesan televisi yang terus menerus menyebabkan pesan tersebut diterima khalayak sebagai pandangan konsensus masyarakat.
Terpaan televisi yang intens dengan frekuensi terus menerus, membuat apa yang ada dalam pikiran penonton televisi sebangun dengan apa yang disajikan televisi. Mereka menganggap bahwa apapun yang muncul di televisi sebagai gambaran kehidupan sebenarnya.
5.     Televisi membentuk mainstreaming dan resonance.
Mainstreaming diartikan sebagai kemampuan memantapkan dan menyeragamkan berbagai pandangan di masyarakat tentang dunia di sekitar mereka. Dalam proses ini televisi pertama kali akan mengaburkan (blurring), kemudian membaurkan (blending) dan melenturkan (bending). Sedangkan resonance mengimplikasikan pengaruh pesan media dalam persepsi realita dikuatkan ketika apa yang dilihat orang di televisi adalah apa yang mereka lihat dalam kehidupan nyata.
6.     Perkembangan teknologi baru memperkuat pengaruh televisi.
Teknologi pendukung tidak akan mengurangi dampak televisi sebagai sebuah media, tetapi akan meneguhkan dan memperkuat.
Bukti utama asumsi cultivation analysis berasal dari analisis isi pesan televisi Amerika secara sistematis yang dilakukan selama beberapa tahun dan menunjukan distorsi realitas yang konsisten dalam hubungannya dengan keluarga, pekerjaan dan peran, usia lanjut, mati dan kematian, pendidikan, kekerasan dan kejahatan. Jadi, meskipun televisi bukanlah satu-satunya sarana yang membentuk pandangan kita tentang dunia, televisi merupakan salah satu media yang paling ampuh, terutama bila kontak dengan televisi yang sangat sering dan berlangsung dalam waktu lama.

III
Aplikasi Teori

Berikut beberapa contoh aplikasi teori kultivasi:
1.    Di negara kita pada tiga tahun terakhir ini, program acara sinetron yang diputar televisi swasta Indonesia nyaris seragam. Misalnya Putih Abu-Abu di stasiun SCTV.
-       Sinetron tersebut memberikan gambaran tentang konflik antar orang tua dan anak. Contohnya ketika ada etika berperilaku terhadap orang tua yang tidak sopan.
-       Konflik sesama teman (perkelahian) karena adnaya kesirikan. Sering sekali hal ini terjadi antar sesama wanita yang sirik satu dengan yang lainnya. Ada satu bagian dimana salah satu pemeran laki-laki berkelahi dengan genk motor.
-       Penggunaan bahasa yang tidak baik. Munculnya bahasa baru seperti “Kamseupay” yang berarti konotasi negatif.
-       Adanya adegan penindasan dan penggambaran kehidupan pelajar yang tidak pantas. Salah satu contoh yaitu tokoh yang bernama Angel digambarkan sebagai sosok yang sombong, angkuh, dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu. Hal tersebut memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat. Apalagi bila tayangan sinetron ini ditonton oleh anak-anak yang belum mengerti apa-apa. Anak tersebut menganggap berbuat curang dan kasar adalah hal yang wajar.
-       Kehidupan kaum sosialita yang sombong. Dalam sinetron ini kita seperti diajarkan untuk berteman dengan orang yang strata nya sederajat dengan kita, dan tidak boleh berteman dengan "rakyat jelata".
-       Tata cara berpakaian dalam sinetron ini juga tidak pantas untuk dicontoh. Contohnya penggunaan seragam yang tidak sesuai aturan, seperti kemeja ketat yang tidak dimasukkan dan rok mini.
Para pecandu berat televisi terutama anak-anak akan mengatakan bahwa di masyarakat sekarang konflik anak dan orang tua, kesombongan dan perkelahian sudah menjadi tabu.
Termasuk di sini konflik antara orang tua dan anak. Penonton akan mengatakan saat ini semua anak memberontak kepada orang tua tentang perbedaan antara keduannya, seperti “orang tua kuno, ketinggalan zaman.” Mereka yakin bahwa televisi adalah potret sesungguhnya dunia nyata. Padahal seperti yang bisa dilihat, tidak sedikit anak-anak yang masih hormat atau bahkan masih mengiyakan apa yang dikatakan orang tua mereka.
Contoh lain sinetron Rahasia ilahi yang hampir ditanyangkan oleh semua televisi swasta. Para pecandu berat televisi (heavy viewers) akan menganggap bahwa apa yang terjadi di televisi itulah dunia realitas. Mereka beranggapan bahwa Tuhan itu kejam, pendendam, tukang siksa dan sebagainya. Seperti itulah anggapan orang terhadap Tuhan. Pada hal Tuhan yang sebenarnya adalah Zat yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak seperti yang tergambarkan pada beberapa adegan pada sinetron Rahasia Ilahi.
2.    Judul Film            : Naruto
Genre film            : Kartun (anak-anak)
Stasiun             : Global tv
Pengamatan:
Naruto adalah salah satu film kartun anak-anak yang ditayangkan oleh stasiun salah satu stasiun swasta (Global). Sebagai film kartun yang akan ditonton oleh banyak anak-anak, menurut saya film ini kurang sesuai untuk anak-anak karena banyak mengandung aksi-aksi kekerasan. Aksi-aksi kekerasan seperti pemukulan, pembunuhan kerap dipertontonkan dalam film ini. Tentu saja hal tersebut bisa mempengaruhi anak-anak untuk melakukan tindakan kekerasan pula, dengan meniru adegan-adegan di film naruto, karena tv adalah media massa audio visual yang dapat dilihat secara langsung dan dapat dengan mudah mempengaruhi penontonnya, khusunya bagi penonton berat. Selain itu film ini juga sering kali mempertontonkan hal-hal yang berbau pornografi, walapun memang tidak terlalu banyak, tetapi tetap saja hal tersebut dapat mempengaruhi anak-anak yang sering menonton.

3.    Siding kasus pembunuhan di pengadilan negeri Sungguminasa,gowa,Sulawesi Selatan,ricuh, Kamis (31/5) keluarga korban beradu argumen serta bertengkar dengan keluarga tersangka.
Keributan ini dimulai sebelum siding dimulai. Sebabnya adalah amukan puluhan keluarga terdakwa berorasi di depan pengadilan. Mereka semua menuntut untuk membebaskan enam tersangka. Dasarnya adalah apa yang mereka perbuat sesuai hokum adat. : yaitu pezinah harus di bunuh.
Akhirnya tanpa banyak bicara lagi keluarga terdakwa dan keluarga korban saling bertengkar dengan hebat, untungnya dapat di atasi oleh puluhan aparat keamanaan.
Kasus pembunuhan ini terjadi di Gowa, Sulawesi Selatan. Korban yang bernama Ahmad tewas seketika  setelah di keroyok oleh enam terdakwa. Ahmad kedapatan berzinah dengan istri majikannya.s
Kesimpulan:
Menurut saya seharusnya para terdakwa tidak melakukan hal tersebut karena meskipun telah melakukan kesalahan (dengan berzinah dengan majikan) akan tetapi sudah ada peraturan dan hukumnya tersendiri tidak perlu membabi buta dengan mengeroyok (unsur kekerasan) korban hingga korban meninggal

IV
Penutup

Demikian sekelumit contoh-contoh aplikasi teori kultivasi. Teori kultivasi sebenarnya menawarkan kasus yang sangat masuk akal, khususnya dalam tekannya pada kepentingan televisi sebagai media dan fungsi simbolik di dalam konteks budaya. Akan tetapi, teori ini tidak lepas dari sasaran kritik. Perilaku kita boleh jadi tidak hanya dipengaruhi oleh televisi, tetapi oleh banyak media yang lain, pengalaman langsung, orang lain yang berhubungan dengan kita dan sebagainya.
Walau banyak kritik terhadap teori ini, namun demikian dalam kenyataannya teori ini memang dapat kita lihat pada masyarakat, terutama pada anak-anak. Anak sebagai penonton, masih mudah dipangaruhi oleh pesan-pesan yang disajikan televisi.









DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro, Lukiati Komala E. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Devito, Joseph A., 1997. Komunikasi Antarmanusia Kuliah Dasar. Jakarta: Professional Books.

Dominick, Joseph R. 1990. The Dynamic of Mass Communication. New York: Random House.

Griffin, Emory A. 2004. A First Look At Communication Theory. New York: McGraw-Hill.

Infante, Dominic A, Andrew S. Rancer & Deanna F. Womack. 2003. Building Communication Theory. Long Grove: Waveland Press.

Mc Quail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.

Wood, JT. 2000. Communication Theories in Action. California: Belmont

www.aber.uk/media/documents/short/cultiv.html, Cultivation Theory Week Eleven Lecture 24, cultivation theory by George Gerbner.

www.asudayton/edu/com/faculty/kenny/cultivation.html, George Gerbner Cultivation Theory.

Telepon Seluler sebagai Media Komunikasi Massa


Fenomena baru terjadi di dunia komunikasi dan informasi. Kini, media massa tidak lagi dikuasai oleh media massa tradisional seperti surat kabar, majalah, televisi, radio, ataupun media massa yang biasa digunakan sebagai alat promosi. Setelah kehadiran media online yang cukup fenomenal dan mampu menguak beberapa isu di tanah air, bahkan menggerakkan hati massa, kini, telah hadir sebuah bentuk media massa ketujuh yang memiliki potensi untuk industri bisnis tanah air, yaitu telepon seluler(ponsel).

Telepon selular (ponsel) atau handphone (HP) adalah perangkat telekomunikasi elektronik yang mempunyai kemampuan dasar yang sama dengan telepon konvensional saluran tetap, tetapi ponsel dapat dibawa ke mana-mana dan tidak perlu disambungkan dengan jaringan telepon yang menggunakan kabel atau wireless. Saat ini, Indonesia mempunyai dua jaringan telepon nirkabel yaitu sistem GSM (Global System for Mobile Telecommunications) dan system CDMA (Code Division Multiple Access).

Kebangkitan telepon seluler sebagai media ke-7

Ada tiga hal yang menandai kebangkitan era telepon seluler sebagai media massa ketujuh ini. 
Pertama, jumlah pemegang ponsel yang begitu besar. Saat ini, pemegang ponsel di dunia sudah mencapai angka empat milyar pengguna. Khusus untuk wilayah Indonesia, diperkirakan ada 150 juta pelanggan ponsel. Jika, kita asumsikan dari total pelanggan ada 20 Juta pelanggan memiliki 2 ponsel, maka ada 110 juta penduduk yang memiliki ponsel yang aktif. Jumlah ini tentunya sudah sangat memenuhi kriteria massa.
Kedua, variasi bentuk SMS (Short Message Service) sebagai fitur-fitur yang mendukung seperti EMS (Enhanced Messaging System) dan MMS (Multimedia Messaging System). EMS ialah pesan yang dikirim tidak hanya dalam bentuk text, melainkan berbentuk suara atau gambar. Kemudian MMS dapat menyempurnakannya, dimana pesan yang dikirim dapat dikemas dengan membawa 3 unsur, yaitu gambar, suara, dan text sekaligus. EMS dan MMS dapat disiarkan dari satu aplikasi ke banyak pelanggan sekaligus, sehingga pemilik pesan dapat mengemas pesannya dalam format yang lebih banyak daripada sekedar tulisan singkat. Penyedia jasa telepon genggam di beberapa Negara menyediakan layanan generasi ketiga (3G) dengan menambahkan jasa videophone sebagai alat pembayaran, maupun untuk televisi online di telepon genggam pengguna. Sekarang, telepon genggam menjadi gadget yang multifungsi. Dengan perkembangan teknologi digital, kini ponsel juga dilengkapi dengan berbagai pilihan fitur, seperti bisa menangkap siaran radio, televisi, mendengarkan lagu atau MP3, video, kamera digital, game, dan layanan internet seperti WAP, GPRS dan 3G. Selain fitur-fitur tersebut, ponsel sekarang sudah ditanamkan fitur komputer. Jadi di setiap ponsel, orang bisa mengubah fungsi ponsel tersebut menjadi mini komputer. Di dunia bisnis, fitur ini sangat membantu bagi para pebisnis untuk melakukan semua pekerjaan di satu tempat dan membuat pekerjaan tersebut diselesaikan dalam waktuyang singkat. Fakta ini tentunya semakin memperkuat predikat ponsel sebagai media massa. 
Fakta yang ketiga adalah tersedianya fungsi internet di ponsel. Konvergensi internet dan telekomunikasi mengembangkan aplikasi baru sehingga ponsel beralih fungsi menjadi alat untuk mengakses internet. Dengan internet, format pesan yang disiarkan lebih banyak lagi. Ditambah pula, bahwa sekarang Operator Seluler ramai-ramai menawarkan fitur akses internet berkecepatan tinggi. Fakta ini didukung oleh pola komunikasi masyarakat yang senang mengakses internet menggunakan ponsel untuk sekedar cek e-mail, browsing, hingga beraktivtas di situs jejaring sosial.

60% orang membawa ponsel ke tempat tidur setiap malam.

Masyarakat dapat merubah perilakunya dengan teknologi ini. Dahulu, sebelum ada ponsel, orang-orang menggunakan jam tangan untuk mengetahui waktu. Namun, dengan adanya alat teknologi canggih, orang-orang lebih menggunakan melihat waktu menggunakan ponsel dibandingkan dengan melihatnya di jam tangan. Lebih kronis lagi, orang-orang tetap saja melihat waktu di ponsel padahal ia sudah memakai jam. Tidak hanya itu, tidak segan-segan juga masyarakat membawa ponsel ke tempat tidur, atau bahkan secara fisik tidur dengan ponsel. Mereka beranggapan bahwa membawa ponsel ke tempat tidur sekarang itu sebagai jam alarm. Beberapa orang lainnya menggunakannya untuk mengirim atau menerima pesan saat larut malam, atau untuk membuat (atau  mengharapkan) panggilan malam hari. 
Sebuah studi oleh Universitas Katolik Leuwen di Belgia menemukan bahwa mayoritas remaja mengirim pesan teks dari tempat tidur. Ponsel adalah hal terakhir yang mereka lihat sebelum tertidur dan hal pertama yang dilihat ketika bangun. Sebuah studi oleh Unisys mengungkapkan bahwa jika kita kehilangan dompet kita, kita melaporkannya dalam 26 jam. Jika kita kehilangan kami ponsel, kita melaporkannya dalam 68 menit. Sebuah studi oleh NTT DoCoMo operator nirkabel terbesar (operator selular) dari Jepang menemukan bahwa 60% dari semua akses data nirkabel dengan ponsel dilakukan di dalam ruangan, sering secara parallel dengan menonton TV atau internet di PC.

PC Population
M-Banking
Penampilan singkat di konvergensi juga dari industri yang terlibat, dalam cara internet, TV dan ponsel yang berkumpul dan bagaimana industri kartu perbankan atau kredit dan iklan yang bergabung ke dalam konvergensi yang cepat. Fitur ponsel dan telepon telah menunjukkan bagaimana mereka menambahkan fungsi baru dari komunikasi.
Setiap ponsel dapat menangani pembayaran. Ada beberapa awal contoh di Amerika Serikat dan Kanada, sehingga beberapa mungkin menemukan konsep yang masuk akal. Walaupun demikian, dengan mengingat bahwa membawa ponsel kemana-mana, kita dapat melakukan pembayaran. Melakukan pembayaran pada telepon seluler sebagai gantinya. Hanya klik tombol, dan pembayaran tagihan muncul di depan Anda. Pembayaran dengan menggunakan ponsel sangat banyak digunakan. Membayar sewa parkir, membayar taksi, membayar tiket pesawat atau kereta, membayar izin memancing dengan ponsel anda, membayar gaji penuh langsung ke rekening bank dan membayar bensin di pom bensin. Masyarakat berubah dengan layanan nirkabel pada ponsel.

Powerfull media platform
Seperti 31% dari semua konsumen dolar di seluruh dunia, dihabiskan untuk musik ponsel. Itu dimulai dengan nada dering, tetapi saat ini orang-orang menghabiskan layanan nada dering, ringback tone, dan lainnya. Dalam videogaming kita melihat pola yang sama. Pada tahun 2007 sudah 20% dari perangkat lunak videogaming datang dari game ponsel. Industri terbaru untuk menemukan ponsel sebagai platform pengiriman TV. Ponsel pertama dengan tuner TV digital sudah dijual, lebih dari dari jumlah pelanggan ponsel menonton siaran TV penuh pada ponsel.  

Kesenjangan SMS
Lebih dari 2,5 miliar orang adalah pengguna aktif SMS pesan teks pada tahun 2007. Sementara, dari 1,3 miliar pengguna internet, hanya 1,2 miliar pengguna aktif email yang mempertahankan 2 miliar account emailnya. Jadi dari 6,6 miliar penduduk, hanya 18% dapat dicapai melalui email. 

Fungsi dan fitur
Handphone memiliki dampak positif dan negatif. Handphone pada saat ini tidak hanya digunakan oleh kalangan dewasa saja. Sekarang anak-anak pun sudah banyak yang memiliki handphone dengan kecanggihan yang tidak kalah dengan handphone orang dewasa. Sehingga dampaknya terjadi tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak. Penggunaan telepon selular secara tidak langsung juga dinilai dapat mempengaruhi lingkungan pergaulan anak-anak.

Kepemilikan telepon selular oleh anak berkaitan dengan perkembangan psikologisnya khususnya dalam mengembangkan kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi serta keinginan untuk diterima di pergaulannya. Selain itu dampak negatif dari perkembangan teknologi hadphone terjadi juga pada orang dewasa diantaranya mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung (face to face). Dari sifat sosial yang berubah dapat mengakibatkan perubahan pola masyarakat dalam berinteraksi. Manusia menjadi malas untuk bersosialisasi dengan teman dan lingkungan sekitar. Dengan fasilitas yang dimiliki oleh HP, maka di zaman yang serba canggih dan modern ini segalanya bisa dilakukan dengan duduk di tempat tanpa perlu beranjak dari tempat duduk dan meninggalkan aktivitas seseorang. Memang akan menjadi lebih mudah tetapi orang akan lebih tidak peduli dengan rasa sosial. Dengan semakin maju perkembangan teknologi handphone semakin membantu oran-orang dalam melakukan segala aktifitas, karena handphone dapat dikatakan sebagai ‘indentitas seseorang’.

Living With the Internet



It’s hard to imagine what life was like before the Internet, isn’t it? But, on the other hand, with the Internet, we can get many advantages. With Internet, we can make our live feel so easier than before. For example, with the Internet, people can get, transferred even lost their money easier with the Internet. We no need to queue to retrieve or save our money because we have online banking access. So, we just keep in touch with our gadget and Internet, and we can get anything even it is impossible to do it by that time. Not only in bank access, but also in our life. We need to talk to each other and need someone to share, because we are one of the social beings. Due to the Internet, we can get many friends, although we never met in face-to-face with them before. With the Internet, we can communicate with our relatives even in the far distances. How it does work? We can use social media, such as Skype for video calling, Facebook for share picture or chit-chat, Twitter for say hi or to find out what people are doing, etc.
Nowadays, people like to get shopping, especially for women. Since the Internet was founded, online shopping was familiar. We just ‘play’ in Internet, pressing the button on our gadget, search what we want to buy, get contact with the seller, talk about the payment and your need will come as soon as possible. In additions give the profit to the buyer, the seller will get more profit to. If you had something that you wanted to sell, you just ran an ad in your blog or status and your client will come. Asides of the Internet get the advantages for us, Internet also have a negative impact to us if we can’t use it well. With Internet, we prefer to communicate our relatives via Internet rather than met with them by face-to-face. The nature of Internet is “available” that makes anyone can access the Internet. So that, there is no limit of time, distance, gender even ages. In short, use your Internet as possible as you can.